Pemerintah akan membuka pintu bagi investor asing untuk masuk usaha jasa rumah sakit (RS) di Indonesia dengan kepemilikan saham hingga 67%
. Kebijakan yang tertuang dalam draf revisi peraturan presiden (perpres) tentang daftar negatif investasi (DNI) itu untuk mengurangi devisa keluar dari warga negara Indonesia (WNI) yang berobat ke negera lain.
Selain itu, kebijakan tersebut sebagai pemberdayaan kualitas dan kapabilitas rumah sakit nasional.
”Pemerintah hanya mengizinkan batas kepemilikan asing sampai 67%, baik di rumah sakitnya maupun untuk fasilitas pendukung lain yang dibutuhkan. Jadi tidak diperkenankan hingga 100%,” ujar Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Irawan Wirjawan dalam siaran persnya di Jakarta, Senin.
Selain kepemilikan saham, kata Gita, pemerintah dalam draf perpres tersebut mensyaratkan agar RS asing tersebut dalam jangka waktu tertentu mengurangi penggunaan tenaga medis asing. Itu dimaksudkan agar ada transfer teknologi dan kemampuan pekerja medis Indonesia.
Dia menambahkan, pembatasan jumlah tenaga medis asing itu juga didasarkan pada semangat nasionalisme. “Untuk aturan teknisnya seperti berapa lama waktu tenaga medis asing itu bekerja, masih dalam pembahasan menteri kesehatan," ujar Gita.
Menurut Gita, adanya kebijakan tersebut memungkinkan RS asing beroperasi di seluruh wilayah Indonesia, setelah sebelumnya hanya boleh dibuka di Medan dan Surabaya. Dengan demikian, WNI yang berobat ke luar negeri bisa berkurang.
Saat ini, kata dia, banyak sekali WNI yang berobat ke luar negeri baik Singapura, Hong Kong maupun negara lain. ”Ini sayang sekali. Tapi Menteri Kesehatan yang baru sudah sangat open minded,” tutur dia.