Anak-anak yang mendapatkan siksaan fisik atau emosi serta pernah diabaikan lebih berisiko mengalami migrain dan rasa sakit kronis lainnya ketika dewasa
. Peneliti dari
University of Toledo Medical Center di Ohio menemukan, stres akibat siksaan bisa mengganggu otak anak. Gangguan otak ini membuat mereka lebih berisiko mengalami rasa sakit kronis dari kondisi seperti sindrom gangguan usus (
irritable bowel syndrome), sindrom kelelahan kronis (
chronic fatigue syndrome), rasa sakit pada otot dan jaringan penghubung (
fibromyalgia),
interstitial cystitis (penyakit kandung kemih yang ditandai dengan rasa sakit saat buang air) dan radang sendi.
"Stres di masa anak-anak bisa mengganggu respon stres tubuh secara permanen dan mempengaruhi berbagai kondisi medis dan psikologis saat dewasa," terang pemimpin studi Dr. Gretchen E. Tietjen, seperti dikutip situs
healthday. Menurut Tietjen, sangat wajar jika orang-orang yang telah disiksa mengalami berbagai kondisi yang melemahkan, termasuk migrain.
"Hubungan ini disebabkan oleh perubahan otak terkait penyiksaan yang terjadi di awal kehidupan." Dan memahami efek penyiksaan psikologis terhadap otak, terang dia, bisa memicu tindakan pencegahan atau penemuan terapi yang lebih efektif untuk mengatasi migrain dan kondisi lain yang terkait.
Akan tetapi, lanjut dia, tidak semua anak yang mendapatkan siksaan mengalami migrain dan tidak semua penderita migrain atau kondisi sakit lainnya pernah disiksa sebelumnya.
"Tapi mereka yang pernah disiksa lebih berisiko mengalami migrain berat. Mereka juga lebih berisiko menderita penyakit lain yang menimbulkan rasa sakit."