Hingga saat ini masih banyak orangtua yang merasa kesal saat anak-anak mereka mulai bermain kotoran
. Selain masalah cucian yang menumpuk, mereka khawatir kuman yang terkandung dalam kotoran tersebut dapat mengganggu kesehatan anak mereka kelak. Pola pikir ini sepertinya harus diubah mulai saat ini, karena obsesi terhadap kebersihan justru dapat menyebabkan tingginya angka penyakit-penyakit alergi di negara-negara maju, di mana tingkat kebersihannya lebih baik dari negara-negara berkembang.
Di Inggris sendiri contohnya, angka kejadian penyakit alergi di negara tersebut telah meningkat sebanyak 3 kali dalam 10 tahun terakhir, dan paling tidak satu dari tiga orang saat ini memiliki salah satu dari beberapa jenis keluhan alergi. Beberapa di antara penyebabnya mungkin terkait dengan perbedaan informasi yang diperoleh setiap individunya, akan tetapi banyak juga yang disebabkan oleh faktor genetik, sama halnya dengan faktor lingkungan seperti kurangnya pajanan kuman dini (
hygiene hypothesis).
Hygiene Hypothesis, Apakah Itu?
Mungkin banyak di antara Anda yang belum terlalu mengenal istilah hygiene hypothesis, bahkan ada yang baru saja mengetahuinya dari artikel ini. Hygiene hypothesis merupakan istilah yang sering digunakan oleh para ilmuwan untuk menjelaskan proses perkembangan berbagai penyakit alergi. Menurut hipotesis ini, pajanan kuman sedini mungkin pada anak dapat menurunkan awitan alergi dan asma di kemudian hari.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Thomas M. Ball, M.D., MPH. dkk menyimpulkan bahwa yang melindungi anak-anak dari penyakit alergi sebenarnya adalah kontak dengan endotoksin, yaitu toksin yang ditemukan dalam bakteri yang terpisah dari badan sel saat bakteri tersebut mati. Dengan kata lain, anak-anak mungkin tidak perlu terinfeksi secara langsung, tetapi cukup melakukan kontak dengan endotoksin bakteri.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, Graham A.W. Rook, seorang peneliti dari
University College London Medical School percaya bahwa dibandingkan melakukan kontak dengan agen penyebab penyakit, anak-anak hanya perlu berkontak dengan kuman-kuman yang ditemukan di tanah dan air, yaitu saat mereka sedang bermain.
Bakteri Membantu Menjaga Keseimbangan di Kulit, Studi Terbaru
Bakteri normal yang hidup di kulit dapat memicu sebuah jalur yang membantu mencegah peradangan saat kita mengalami luka, tim US menemukan. Mendukung pernyataan tersebut, sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh para peneliti dari sekolah kedokteran Universitas California, San Diego menemukan bahwa bakteri jenis tertentu, yang umum diketahui sebagai Staphylococci, dapat memblok langkah vital terjadinya peradangan.
Dengan mempelajari sel tikus dan manusia, mereka menemukan bakteri yang tidak berbahaya yang menghasilkan molekul asam lipoteikoik atau lipoteichoic acid (LTA), yang berperan pada keratinosit – tipe sel utama yang ditemukan pada lapisan luar kulit. Asam lipoteikoik menjaga keratinosit, menghentikannya dari akumulasi dan respon peradangan agresif.
Berdasarkan atas penemuan tersebut, para ilmuwan menyarankan orangtua agar tidak mencegah anak mereka bermain kotor-kotoran untuk meningkatkan kemampuan penyembuhan kulit mereka.
Para illmuwan berkata bahwa temuan ini merupakan sebuah penjelasan terhadap hygiene hypothesis, yang mengatakan bahwa pajanan kuman pada anak sedini mungkin dapat bermanfaat menguatkan daya tahan tubuh anak terhadap alergi. Implikasi yang menggembirakan adalah karena penelitian ini telah membuka elemen dari respon penyembuhan luka yang sebelumnya tidak diketahui. Diharapkan dengan adanya temuan ini dapat membantu kita dalam mengembangkan terapi pendekatan terbaru pada penyakit-penyakit kulit akibat peradangan.