Wanita yang melakukan operasi Caesar (C-sections) akan meningkatkan risiko kematian maternal (ibu) serta komplikasi yang serius apabila operasi tersebut bukanlah atas dasar indikasi medis, berdasarkan survey yang dilakukan oleh WHO (
WHO Global Maternal Survey)
. Para peneliti menganalisis sebanyak 107.950 kelahiran di 122 fasilitas kesehatan dari 9 negara Asia dan didapatkan data bila dibandingkan dengan kelahiran normal, C-sections berkaitan dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas (kematian dan kecacatan) ibu. Hal ini dilihat dengan adanya paling tidak 1 peristiwa berikut : kematian ibu, perawatan di ruang ICU, transfusi darah, histerektomi (pengangkatan rahim), atau ligasi arteri iliaka interna (pengikatan pembuluh darah untuk menghentikan terjadinya perdarahan).
Risiko tersebut meningkat bila dibandingkan dengan kelahiran normal sebanyak 2.7 kali lebih tinggi untuk antepartum (sebelum melahirkan) C-section tanpa indikasi medis, 10.6 kali untuk antepartum C-section dengan indikasi medis, 14.2 kali untuk intrapartum (dalam tahapan melahirkan) tanpa indikasi, dan 14.5 kali untuk intrapartum dengan indikasi. [Lancet 2010 DOI : 10.1016/S0140-6736(09)61870-5]
“Penemuan yang paling penting dari survey ini adalah peningkatan risiko mortalitas dan morbiditas wanita yang melakukan C-section tanpa indikasi medis,” ujar dr. A. Metin Gulmezoglu, dari Departemen Penelitian Kesehatan Reproduksi, WHO, Switzerland, dan kolega lainnya.
“C-section sebaiknya hanya dilakukan apabila terdapat indikasi medis untuk memperbaiki kondisi ibu dan janin. Wanita karir yang akan melakukan C-section tanpa indikasi medis harus benar-benar mempertimbangkan mengenai risiko yang mungkin akan terjadi,” lanjutnya.
Kemungkinan masuk ICU untuk antepartum C-section tanpa indikasi medis adalah 10 kali lebih besar dan 67 kali lebih besar untuk intrapartum C-section tanpa indikasi medis dibandingkan kelahiran normal. Jelas, kelahiran dengan C-section meskipun pada ibu yang tidak memiliki gangguan kesehatan dapat mengancam nyawa [Lancet 2010 DOI : 10.1016/S0140-6736(10)60055-4].
Survey yang dilakukan di berbagai fasilitas kesehatan dari Cambodia, China, India, Jepang, Nepal, Filipina, Sri Lanka, Thailand, dan Vietnam, memunculkan angka 62% insentif fasilitas kesehatan berasal dari operasi Caesar.
“Insentif finansial untuk melakukan prosedur ini sebaiknya dihilangkan atau dibuat minimum, “ kata salah satu peneliti Chong dan Kwek.
dr. Ravindran Jegasothy, konsultan senior dan kepala Departemen Kebidanan dan Kandungan di RS. Kuala Lumpur, Malaysia, mengatakan bahwa tugas seorang dokter adalah melakukan konseling pada pasien dan selalu memberitahukan fakta bahwa operasi Caesar 4 kali lebih berisiko daripada kelahiran normal, seperti yang telah disebutkan di database Cochrane. Beliau menambahkan bahwa perencanaan kelahiran dan keinginan pasien harus selalu dilakukan sebelum waktunya melahirkan.
“Apa yang akan dilakukan oleh dokter apabila pasien tersebut tetap meminta dilakukan operasi Caesar? Dokter tersebut harus siap menanggung risikonya atau merujuk ke dokter lain untuk
second opinion. Jelas, bahwa
C-section tanpa indikasi sebaiknya tidak dilakukan,” lanjut Jegasothy.