Pernahkah Anda merasa sangat sulit sekali untuk mengingat sesuatu ketika sedang mengalami terlalu banyak masalah yang kita hadapi
.? Bahkan hal yang seringkali dikerjakan sehari-hari seperti mengingat pintu keluar tol menuju kantor. Bangun kesiangan, macet yang tidak seperti biasanya, ban mobil yang tiba-tiba kempes di tengah jalan, sementara harus tiba di kantor lebih awal karena harus menyiapkan rapat penting yang akan segera dimulai dalam beberapa menit, belum lagi harus menyelesaikan setumpuk pekerjaan di kantor yang sudah menunggu. Semuanya adalah bentuk permasalahan yang sering kita hadapi sehari-hari dan dapat menimbulkan stres.
Ketika Anda dihadapkan dalam situasi depresi akibat stres, tubuh kemudian akan merespon-disebut dengan
fight/flight response. Sebuah kondisi yang menentukan dimana seseorang harus memilih untuk bereaksi dengan perilaku agresif atau justru meninggalkan situasi stres. Saat itulah kelenjar adrenal/anak ginjal pada tubuh secara cepat menghasilkan adrenalin. Jika ancaman terlalu berat atau menetap setelah beberapa menit, adrenal kemudian melepaskan kortisol yang sering disebut hormon stres, meskipun ternyata kortisol tidak hanya dihasilkan saat situasi stres saja.
Kortisol dalam jumlah cukup ternyata memiliki efek yang baik pada tubuh seperti meningkatkan letupan energi, meningkatkan fungsi memori, dan meningkatkan imunitas. Namun, setelah itu bila tubuh tidak mampu memberikan respon relaksasi yang penting untuk kembali ke fungsi normal tubuh, maka hormon kortisol akan menetap sehingga menyebabkan suatu keadaan yang disebut stres kronik.
Hormon stres yang dikeluarkan berulang kali memiliki efek terhadap fungsi otak, terutama memori. Terlalu banyak kortisol dapat mencegah otak untuk menyimpan memori, atau mengakses memori yang sudah ada.
Professor Robert M. Sapolsk, MD. |
Peneliti otak terkenal, Robert M. Sapolsky, telah menunjukkan bahwa stres yang terjadi terus menerus dapat merusak hipokampus, bagian dari sistem limbik pada otak yang merupakan pusat pembelajaran dan memori. Hormon yang bertanggung jawab adalah glukokortikoid- hormon steroid yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal /anak ginjal selama stres, yag dikenal dengan kortikosteroid atau kortisol.
James McGaugh
|
Menurut James McGaugh, direktur dari
Center for the Neurobiology of Learning and Memory di University of California, Irvine,” efek ini hanya berlangsung selama beberapa jam, sehingga efek kerusakan pada kasus ini hanya sementara. Memori tidak hilang, hanya saja tidak dapat diakses atau sulit diakses selama beberapa waktu.” Namun, jika keadaan tersebut terjadi berulangkali dan terus menyebabkan kerusakan pada hipokampus, maka akan mempercepat terjadinya penurunan fungsi hipokampus secara permanen.
Selain mempengaruhi memori, kortisol yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan fungsi kognitif, menekan fungsi tiroid, menyebabkan ketidakseimbangan gula darah, menurunkan kepadatan tulang, menyebabkan penurunan jaringan otot, meningkatkan tekanan darah, menurunkan imunitas dan respon inflamasi tubuh, memperlambat penyembuhan luka, meningkatkan lemak perut yang selanjutnya berhubungan dengan serangan jantung, stroke, dan masalah kesehatan lainnya.
Stres sebenarnya tidak selamanya mendatangkan bahaya bagi kesehatan. Tubuh kita sudah dirancang agar mampu menghadapi situasi seperti itu. Namun, akan berbeda hal nya dengan stres lama dan terjadi berulangkali, yang ternyata memiliki pengaruh pada otak. Hidup di kota besar yang penuh dengan tekanan memang harus disiasati dengan baik. Stres yang dianggap wajar dalam keseharian harus dianggap sebagai ‘teman’, bukannya lawan.