Banyak orang tua yang justru bangga ketika buah hatinya bisa berjalan tanpa melalui fase merangkak. Padahal, ini merupakan salah satu indikasi ada yang salah dengan tumbuh kembangnya. Bicara tentang Tumbuh Kembang (TK) anak tidak bisa terlepas dari Tangga Tumbuh Kembang. Tangga TK merupakan fase-fase tumbuh kembang seorang anak dari fase sensori sampai ke fase akademis ketika anak mulai bersekolah dan tak boleh keropos atau kosong karena akan menjadi dasar bagi fase TK selanjutnya.
Fase Sensori
Dasar dari Tangga TK adalah fase sensori yang berkembang sangat luar biasa pada usia 0 - 12 bulan. ”Jadi, bagus tidaknya TK di fase ini menjadi pijakan ke arah fase tumbuh kembang berikutnya,” ujar Direktur Pusat Terapi Tumbuh Kembang Anak YAMET,
Tri Gunadi, Amd. OT., S.Psi., S.Ked.
Fase sensori akan menjadi dasar perkembangan kemampuan fase
gross motor (GM) atau motorik kasar, seperti berlari, melompat, melempar, dan sebagainya. Kemampuan GM pada seorang bayi akan sangat kelihatan. Patokan normalnya adalah tengkurap (di usia 2 - 3 bulan), duduk (6 bulan), merangkak (8 bulan), berdiri (10 - 11 bulan), berjalan (12 bulan). GM yang bermasalah merupakan tanda TK yang tidak baik.
Patokan ini tidak boleh terlalu maju, terlalu mundur, atau hilang. Toleransinya tidak boleh maju 2 bulan atau mundur 6 bulan. Ketika ada fase yang maju, berarti ada fase yang terdesak dan hilang. Padahal, tahap tersebut berguna untuk mematangkan otak, contohnya berjalan. ”Patokan normalnya adalah usia 12 bulan bayi harus sudah bisa berjalan. Kalau bayi sudah berjalan di usia 9 atau 10 bulan, berarti
error,” tandas Tri. Anak yang terlalu cepat berjalan berarti kehilangan fase merangkaknya. Dan, anak yang fasenya maju punya indikasi hiperaktivitas.
Begitu juga ketika mundur 6 bulan. Misalnya, anak baru bisa berjalan di usia 18 bulan. Ini berarti ada indikasi anak dengan gangguan
delayed development, kondisi otot yang lemah, atau intelegensi rendah (mental retardasi). Orang tua kebanyakan tidak tahu, sehingga justru banyak yang bangga ketika anaknya langsung berjalan. Padahal, ini berarti ada fase pematangan otak yang terlewati. Merangkak merupakan fase mematangkan
corpus colossum (jembatan pada bagian tengah otak). ”Kalau jembatannya rusak, berarti ada yang
error. Transfer informasi antara otak kanan dan otak kirinya beda,” jelas Tri.
Tangan Dominan
Gross motor akan menjadi dasar kemampuan
fine motor (FM) atau motorik halus, seperti mengancingkan baju dengan baik, menyisir rambut, menalikan tali sepatu, makan dengan baik, dan seterusnya. Pada fase FM, yang paling kelihatan adalah penentuan tangan dominan, apakah anak akan bertangan kidal ataukah bertangan kanan.
Seharusnya, pematangan tangan dominan ada di usia 2-3 tahun. Pada usia ini, sudah bisa terlihat apakah anak mau pakai tangan kanan atau tangan kiri sebagai tangan dominan. Hal ini dipengaruhi karena bawaan, faktor
habit atau latihan. Yang paling bagus adalah faktor bawaan didukung latihan dan stimulasi.
Sayangnya, banyak orang tua yang salah mengerti dan tidak menstimulasi tangan dominan anaknya. Misalnya, mereka malah akan bilang, ”Jangan dipaksa, biarkan saja pakai tangan kanan atau kiri.” Akhirnya, yang terjadi kanan tidak, kiri pun tidak. Baik tangan kanan maupun tangan kirinya jadi tidak matang. ”Akibatnya, anak mengalami gangguan belajar, gangguan membaca, gangguan berhitung, dan sebagainya,” kata Tri. Mengubah tangan dominan masih memungkinkan selama anak masih di usia pematangan.
Hindari Dot
Fine motor akan menjadi dasar kemampuan
oral motor (OM), seperti mengunyah makanan, sikat gigi, dan sebagainya. OM juga akan menentukan kemampuan wicara, misalnya apakah anak akan menjadi seseorang yang cerewet atau tidak, mampu mengemukakan pendapat dengan baik atau tidak, kemampuan artikulasinya bagus atau tidak, dan sebagainya.
Perkembangan OM ini seringkali dilupakan orang tua. Contoh yang paling sering, mereka tidak menjalani tahapan makan anaknya dengan benar, yaitu dari ASI eksklusif (sampai usia 6 bulan) sampai makan makanan padat. Banyak kita lihat, orang ua tidak memberi bayinya ASI dan langsung memberi susu dengan dot. Padahal di usia 0-4 bulan, bayi memiliki fase
suction reflect. Saat bagian mulut bayi bertemu dengan puting susu, maka semua bagian oral bayi akan terstimulasi. “Stimulasi inilah yang akan mematangkan OM bayi. Kalau pakai dot, yang terkena hanya sebagian kecil bagian mulut,” kata Tri.
Contoh lain, orang tua memberikan makanan padat sebelum waktunya atau malah terlambat. “Usia 2 tahun, anak masih diberi makan suwiran daging ayam, padahal anak butuh gerakan mengunyah dan menggigit untuk mematangkan OM-nya. Mendekati usia 2 tahun, anak seharusnya berhenti minum dengan dot dan ASI (disapih). Tapi, sampai 3 tahun, masih juga diberi ASI. Ini juga salah karena setiap fase perkembangan, berbeda tugasnya.”
Lantas, apa akibatnya? “Kalau kekurangan, OM-nya jadi tidak matang, sementara kalau
over, anak jadi sangat ketergantungan. Kelak, ia akan jadi anak yang pencemas, tidak mandiri, gampang menyerah, dan sebagainya,” lanjutnya.
Perkembangan OM akan menjadi dasar perkembangan verbal-wicara, yang dimulai dengan tahap
reflexive vocalization (di usia 0-4 minggu),
babbling (2 bulan),
lalling (6 bulan),
echolalia atau meniru (10 bulan), dan
true speech (18 bulan). ”Toleransinya adalah 18 bulan. Lebih dari itu, bisa dibilang anak mengalami keterlambatan bicara,” jelas Tri.
Perkembangan wicara ini menjadi salah satu aspek kemampuan kognitif pada fase berikutnya, seperti kemampuan atensi, memori, konsentrasi,
problem solving,
decision making, dan sebagainya, yang ujung-ujungnya adalah kemampuan akademik. "Jika Tangga TK ini dilewati dengan bagus dan sesuai tahapnya, maka perkembangan akademisnya pun pasti bagus,” kata Tri. Selain itu, Tangga TK yang bagus juga akan mendukung kemampuan sosialisasi anak, emosi, adaptasi, perilaku, rasa percaya diri, inisiatif, kreativitas, dan sebagainya.
Usia Sekolah
Masalah pada tangga TK biasanya akan sangat kelihatan pada fase GM dan kemampuan wicara.
Anak yang tidak melewati fase merangkak, misalnya, biasanya akan menjadi keras kepala, egonya tinggi, tingkat emosinya
over. Merangkak dengan cara
ngesot biasanya berkaitan dengan IQ yang kurang, sementara merangkak dengan cara menungging biasanya berhubungan dengan gerak motor kontrol yang kurang bagus.
Pada usia sekolah, saat duduk di bangku TK misalnya, bagus tidaknya tumbuh kembang anak juga akan terlihat. Misalnya, atensinya tidak tahan lama, diajari warna belum bisa sementara anak lain sudah bisa. Biasanya, kasus yang terjadi akan ketahuan pada saat anak sudah mulai sekolah. “Bisa jadi orang tua tidak tahu. Selama ini, informasi tentang stimulasi tumbuh kembang tidak sampai dan yang diperhatikan paling hanya aspek gizinya, tidak komprehensif. Padahal, otak tak hanya hanya butuh gizi semata,” lanjutnya.
Stimulasi Otak
Stimulasi otak alamiah mencakup tiga aspek, yaitu gizi yang baik, stimulasi gerak, dan stimulasi kognitif. ”Jadi, kalau mau otak anak baik, ya gizinya harus baik sesuai piramida gizi (karbohidrat 50%, protein 30%, lemak 10%, vitamin dan mineral 10%), gerak berfungsi dengan baik, kognitifnya juga baik,” kata konsultan di London Care for Autism ini. Selain stimulasi natural, anak juga perlu diberi stimulasi buatan seperti senam bayi, pijat bayi,
sensory integration,
brain game,
brain gym, dan sebagainya.
Jadi, orang tua seharusnya melakukan stimulasi TK
on the track, sesuai usia anak. Di usia 3 bulan pada fase tengkurap, misalnya, bayi harus diberikan gerakan dan permainan yang menstimulasi tengkurapnya. Pada tahap merangkak, ajari dia merangkak, beri bola, dan sebagainya. Kesalahan orang tua yang lain adalah seringkali anak diserahkan begitu saja ke
babysitter atau pembantu. “Padahal, seringkali ini justru menghalangi anak terstimulasi. Anak diberi
baby walker, diletakkan di boks bayi sampai usia 3 tahun, jalan-jalan ke mal selalu memakai kereta dorong, dan sebagainya. Padahal, itu saatnya anak bergerak. Ajak aja jalan. Kalau
capek, gendong,” pungkasnya.
Cek Tangan Dominan
Untuk mengecek apakah anak bertangan kanan atau kidal bisa dengan alat bernama handgrip dynamometer. Tetapi, orang tua di rumah bisa melakukannya dengan mudah, kok. Caranya:
Penilaian kekuatan: Ajak anak bersalaman dengan tangan bersilangan. Tangan kanan anak dengan tangan kiri kita dan sebaliknya. Minta ia menggenggam tangan kita. ”Nah, pada saat menggenggam ini akan kelihatan dan terasa mana tangan dominannya. Bisa juga dengan cara yang sama tapi tangan anak memegang pensil. Minta anak untuk menarik pensilnya.
Penilaian referensi: Beri anak sebuah benda atau makanan, tapi tidak langsung diberikan ke tangannya. Letakkan benda atau makanan tadi di sebuah tempat (misalnya meja), lalu minta ia mengambil. Nah, pada saat mengambil, akan terlihat ia memakai tangan dominan yang mana.
Penilaian koordinasi: Minta anak membuat coretan dengan tangan kanan, lalu dengan tangan kiri. Nah, dari hasil coretan akan terlihat coretan tangan sebelah mana yang lebih bagus
.