Selama ini, pengobatan pasien HIV selalu difokuskan kepada pemberian obat anti HIV (antiretroviral). Pemberian antiretroviral ditujukan untuk mengontrol perkembangbiakan virus dalam darah dan untuk menghambat progresifitas penyakit terkait HIV
. Pemberian obat antiretroviral tidak akan menyembuhkan infeksi HIV namun mampu memperpanjang angka harapan hidup bagi penderita HIV dan menurunkan risiko kematian.
Melalui sebuah penelitian terbaru yang telah dipublikasi dalam The Lancet Medical Journal diketahui bahwa pemberian kombinasi antiretroviral ditambah dengan pemberian antibiotik (kotrimoksazol) mampu menurunkan risiko kematian yang lebih besar dibandingkan terapi dengan antiretroviral saja, hingga mencapai 35%.
Pasien HIV sebenarnya memiliki risiko terbesar pada saat minggu-minggu pertama setelah penyakitnya terdiagnosis. Melalui suatu penelitian telah diperkirakan bahwa sekitar seperempat dari jumlah penderita HIV yang telah mengkonsumsi obat antiretroviral di daerah Sub-Saharan Afrika tetap akan meninggal pada tahun pertamanya.
Kematian tersebut disebabkan karena adanya infeksi lain yang menyerang tubuh mereka saat sistem pertahanan tubuh mereka melemah oleh virus HIV. Pemberian antibiotik kepada pasien HIV yang baru terdiagnosis mampu menurunkan angka kematian tersebut secara signifikan pada stadium awal penyakit.
Penelitian dari The Lancet terhadap 3.179 pasien HIV di Uganda, menunjukkan adanya penurunan angka kematian dari 59% pada 12 minggu pertama dan 44% antara minggu ke 12 dan 72 dengan pemberian antibiotik sebagai tambahan terapi dalam pengobatan HIV.
Disamping mampu mencegah infeksi bakteri pada pasien HIV, penggunaan antibiotik tersebut juga mampu menurunkan angka kejadian malaria sekitar 25%. Keuntungan yang didapat dari penambahan terapi antibiotik ini sangat besar meskipun pemakaiannya sangat sederhana dengan pengeluaran biaya yang tidak terlalu besar.
Walaupun WHO telah mendukung pelaksanaan pemberian antiretroviral dan antibiotik terhadap pasien HIV, namun pada kenyataannya tidak semua penderita HIV dapat memperoleh pengobatan tersebut. Hal tersebut terjadi karena masih buruknya sistem pendistribusian obat antiretroviral dan antibiotik.
dr. Alvaro Bermejo, direktur eksekutif dari Persekutuan Internasional HIV/AIDS juga menyatakan bahwa masalah distribusi antiretroviral masih menjadi masalah besar dalam pemberian pengobatan terhadap pasien HIV. Dengan dipublikasikannya hasil penelitian di atas, Profesor Diana Gibb dari The Medical Research Council mengatakan bahwa ketersediaan dan pasokan obat-obatan tersebut masih perlu lebih ditingkatkan dan perlu ditawarkan kepada semua pasien HIV yang baru terdiagnosis selama dalam 18 bulan pertamanya.
Sebanyak apapun pengetahuan yang telah didapatkan untuk membantu menyelamatkan kehidupan penderita HIV akan menjadi sia-sia jika mereka tidak mampu mendapatkan pengobatannya. Karena itu, usaha pendistribusian antiretroviral dan antibiotik perlu lebih ditingkatkan untuk mendukung program pengobatan penderita HIV.