Studi yang dipublikasikan oleh
The Endocrine Society’s Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism (JCEM), menghubungkan antara makan cepat, dibandingkan dengan makan perlahan, membatasi pengeluaran hormon di usus yang membuat perut terasa penuh. Penurunan hormon ini akan berakibat porsi makan menjadi bertambah banyak
.
Beberapa penelitian sebelumnya memang menyebutkan bahwa makan terlalu cepat dapat berakibat overkonsumsi makanan dan obesitas. Penelitian yang dipimpin oleh Alexander Kokkinos, MD, PhD ini menekankan mengenai penjelasan ilmiah mengenai hubungan antara
speed eating (kecepatan makan) dengan
overeating (makan berlebihan) dengan mengemukakan bahwa kecepatan makan seseorang mempengaruhi pelepasan hormon dari usus yang memberikan sinyal ke otak untuk berhenti makan.
Beberapa tahun terakhir, para peneliti sudah menemukan hormon usus, seperti
peptide YY (PYY) dan
Glucagon –
like peptide (GLP-1). Pelepasan kedua hormon ini setelah makan akan memberikan sinyal ke otak yang menginduksi timbulnya rasa puas dan keinginan berhenti makan. Sampai sekarang, konsentrasi hormon pengatur keinginan makan ini belum pernah diperiksa berdasarkan bedanya rangsang makanan.
Di dalam penelitian ini, subjek mengonsumsi makanan yang sama, 300 ml es krim dengan kecepatan makan yang berbeda. Peneliti mengambil contoh darah dengan mengukur kadar glukosa, insulin, plasma lipid, dan hormon usus sebelum makan, 30 menit setelah mulai makan, akhir makan, dan 210 menit kemudian. Para peneliti menemukan bahwa subjek yang mengonsumsi es krim habis selama 30 menit memiliki konsentrasi PYY dan GLP-1 paling tinggi dan memiliki rasa kenyang yang paling besar.
“Penelitian kami memberikan gambaran fakta dimana seseorang makan dengan cepat karena tuntutan waktu yang terbatas akibat kerja dapat berefek menjadi overkonsumsi dan berakibat buruk di masa depan,” penjelasan Alexander.