Dokter anestesi berdiri di samping tempat tidur Anda dan tersenyum
. Anda mengambil napas dalam dan mulai merasakan jatuh ke dalam tidur yang dalam. Bila segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana, Anda akan terbangun di kamar perawatan dikelilingi keluarga. Sayangnya, tak semua hal berjalan sesuai dengan rencana. Bisa jadi Anda akan terbangun sambil merasakan sakit. Anda mendengar suara alat-alat aluminium yang dimasukkan ke bagian tubuh Anda. Mulut berteriak, tapi tak ada suara yang keluar. Bahkan, Anda tak bisa menggerakkan satu anggota tubuh pun. Siuman meski di bawah pengaruh anestesi mungkin terdengar seperti film horor, tapi ini adalah sebuah kenyataan. Secara umum, kondisi ini dialami satu dari 1.000 kasus operasi.
Pada prosedur bedah dengan risiko tinggi, seperti operasi bedah jantung, persalinan caesar, dan operasi trauma, risiko sadar di meja operasi meningkat menjadi satu dari 100 kasus. Hal ini diungkapkan Profesor Paul Myles, Direktur Departemen Anestesi dan Perioperative Medicine dari Alfred Hospital dan Monash University, Australia.
Bukan hanya menjadi sebuah mimpi buruk, kesadaran yang mulai pulih saat Anda masih menjalani operasi bisa membuat pasien mengalami stres dan trauma. Terkadang hal ini akan terus menghantui hidup pasien. "Lebih dari 25-40 persen pasien dalam kasus ini mengalaminya," kata Myles.
Mengapa terjadi
Pulihnya kesadaran pada pasien operasi terjadi ketika otak belum sepenuhnya terbius, sementara otot-otot sudah menjadi lemas sehingga otak tidak bisa memerintahkan anggota tubuh untuk bergerak.
Karena pasien tidak bisa bergerak, tidak ada cara untuk membuat dokter anestesi mengetahui bahwa Anda sudah sadar dan merasakan sakit. Bila ia menyadari situasinya, dokter akan segera menambahkan dosis obat bius hingga Anda benar-benar tersadar.
Hal yang paling menakutkan untuk pasien adalah perasaan terkucil dan putus asa karena tak bisa berbuat apa-apa. "Kebanyakan pasien bisa mendengar suara dan percakapan di ruang operasi," papar Myles. Meski sebagian pasien mengaku merasakan sakit, tidak ada pasien yang melaporkan mampu mencium bau.
Menurut laporan penelitian yang dimuat dalam jurnal kesehatan
The Lancet, terdapat tanda-tanda klinis yang biasa dipakai dokter anestesi untuk memonitor kesadaran pasien, antara lain tekanan darah dan detak jantung. Namun, sebagian besar metode ini kurang bisa diandalkan.
Para peneliti menyarankan digunakannya alat monitor gelombang otak, yakni
electroencephalogram (EEG), yang lebih akurat. Dalam penelitian yang dilakukan terhadap 2.463 pasien yang secara acak diberikan alat monitoring ini, diketahui risiko pulihnya kesadaran pasien operasi bisa ditekan hingga 82 persen.
Alat EEG ini akan memberikan analisis kondisi pasien yang disebut dengan BIS. Nilai BIS bervariasi antara 0 (total tidak sadar) dan 100 (sadar). Nilai BIS 40-60 dikategorikan sebagai peringatan untuk dokter anestesi untuk menambahkan dosis obat bius.
Sayangnya, tidak semua ahli anestesi merasa perlu menggunakan alat EEG karena menganggap sangat sedikit kasus tersadar di meja operasi. Menurut Myles, hal ini terjadi karena sepertiga dari pasien memilih untuk tidak menceritakan pengalamannya kepada dokter karena takut tidak dipercaya.