Banyak ibu yang panik bila suhu tubuh anaknya meninggi (panas). Umumnya takut berlanjut dengan kejang atau
stuip. Padahal, perlu Ibu dan Bapak ketahui, tidak setiap anak yang suhunya tinggi akan mengalami kejang. Sebenarnya apa, sih, stuip itu dan bagaimana pula mengatasinya?
MANIFESTASI KLINIS
Stuip atau dikenal dengan istilah kejang demam, menurut dr. Dwi P. Widodo, Sp.A (K), M.Med., hanyalah manifestasi klinis, jadi hanya gejala bukan penyakit. "Manifestasi klinis dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan dan mendadak di otak kita. Ini akibat gangguan fungsi sel otak."
Perlu diketahui, ujar Dwi Putro, otak kita dibangun oleh berjuta sel. Pada masing-masing sel otak terdapat ion-ion listrik, berupa ion negatif dan ion positif. Perbedaan muatan ion listrik ini menyebabkan potensial listrik di sel otak.
Pada keadaan normal, terang Dwi, lompatan listrik yang terjadi pada sel otak berjalan secara terkoordinasi. Tetapi bila terjadi perubahan fisiologis, anatomi atau biokimiawi pada sel otak dapat menyebabkan terjadinya lompatan listrik yang berlebihan. "Inilah yang menimbulkan kejang tersebut," jelasnya. Lompatan listrik yang berlebihan ini bisa disebabkan karena demam tinggi, adanya tumor di otak, atau karena adanya kelainan metabolik (misalnya diare, sehingga banyak mengeluarkan elektrode).
Perlu dicatat, jelas Dwi, kejang demam ini hanya terjadi pada anak umur 3 bulan hingga 5 tahun. "Jadi, termasuk penyakit yang tergantung pada umur," lanjutnya. Dengan demikian, anak yang kejang tanpa disertai demam tidak masuk kategori kejang demam. Begitu juga bayi sebelum usia 3 bulan. Mengapa demikian? "Di usia itu suhu tubuh gampang naik karena anak mudah terpapar infeksi. Selain itu ambang kejang anak juga cukup rendah," ujar staf di Sub. Bagian Neurologi Anak Bag. Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM ini.
Kejang demam ini dibedakan dalam dua macam. Ada yang berlangsung singkat yang disebut kejang demam sederhana. Sementara kalau yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal (hanya sebagian tubuh yang kejang), dan multiple (lebih dari satu kali kejang per episode demam), maka dikatakan sebagai kejang demam kompleks.
BEBERAPA PENYEBAB
Sayangnya, sampai saat ini, aku Dwi Putro, kejang demam belum diketahui secara jelas dan pasti apa penyebabnya. "Dulu dikatakan karena adanya peningkatan metabolisme. Karena kalau lagi demam, maka metabolisme meningkat, sehingga kebutuhan energi dan oksigen bertambah. Namun suplai ke otak sangat kurang, sehingga jadilah stuip itu."
Teori kedua, karena genetik. "Jadi ada bakat, entah karena keturunan atau dari dirinya sendiri." Sedangkan teori ketiga karena adanya virus, yaitu virus herpes simpleks tipe 6.
"Tapi sampai sekarang kami belum tahu apa penyebabnya," aku Dwi. Yang jelas, pada umumnya kejang demam terjadi pada anak-anak yang gemuk. Juga umumnya terjadi pada anak lelaki. Kendati demikian, dari ketiga teori tersebut, genetiklah yang umumnya lebih berperan pada terjadinya kejang demam. "Sehingga ia punya bakat untuk kejang demam."
Yang jelas, keadaan yang paling sering menyebabkan kejang demam untuk yang pertama kalinya adalah: riwayat keluarga dengan kejang demam, pemulangan neonatus lebih dari 28 hari, perkembangan terlambat (misalnya kepala kecil, tidak cerdas/mental retardasi). Kecuali itu, anak dengan kadar natrium rendah dan temperatur yang tinggi memungkinkan untuk timbulnya kejang demam.
Setelah kejang demam yang pertama, ada kemungkinan ia akan mengalami kejang lagi. "Makin muda usia anak saat mengalami kejang demam pertama kali, makin besar kemungkinan terjadinya kejang ulangan." Nah, faktor risiko terulangnya kejang adalah: usia muda saat terjadinya kejang pertama kali, riwayat keluarga dengan kejang demam ataupun epilepsi, cepat kejang setelah demam, dan temperatur yang rendah saat kejang.
Jadi, bila anak kejang lagi perlu diidentifikasi, apakah ada penyakit lain yang memerlukan pengobatan tersendiri ataukah memang ada riwayat keluarga dengan kejang demam atau epilepsi. Tentu saja tiap anak mempunyai ambang kejang sendiri-sendiri. Untuk itu saat ia kejang pertama kali, sebaiknya dicatat suhunya. "Karena kalau sebelumnya 38,5 derajat Celsius sudah kejang, maka yang berikutnya pada suhu 38,5 ada kemungkinan akan kejang lagi." Dan bila suhu demikian sudah kejang ada kemungkinan ia akan mudah kejang. Lain halnya jika kejang demamnya yang pertama dalam suhu 41 derajat Celsius, maka ia akan sulit kejang kecuali suhunya mencapai 41 derajat Celcius tersebut.
CARI TAHU PEMICUNYA
Umumnya kejang demam terjadi pada awal demam dan timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Dan, seperti sudah disebutkan di atas, lebih sering terjadi pada anak lelaki. Tingginya temperatur juga merupakan faktor risiko untuk berkembangnya kejang demam.
"Karena ini merupakan kejang demam, maka demamnya yang harus dicegah. Kalau kita sadar anak kita mulai hangat, cepat-cepat diberi obat penurun panas. Kalau bisa, pengalaman lalu atau saat kejang demam pertama kali, suhunya dicatat. Kalau suhunya 40 derajat Celsius, maka saat ia suhunya 39 derajat Celsius harus cepat-cepat dikasih obat anti kejang atau penurun panas."
Tentu saja, satu hal yang jangan dilupakan, kejang demam itu hanya merupakan manifestasi klinis. Penyebabnya adalah demamnya tadi." Nah, demamnya ini, kata Dwi Putro, yang harus dicari penyebabnya. Apakah karena infeksi telinga, saluran pernafasan, atau infeksi saluran pencernaan. "Penyakit inilah yang justru harus diobati."
Namun, bila penyebab kejang demam tidak diketahui secara pasti, biasanya dokter akan melakukan pemeriksaan fungsi lumbal. "Dokter akan mengambil cairan dari punggung pasien untuk memastikan apakah penyebabnya infeksi susunan syaraf pusat atau bukan. Yang dilanjutkan dengan pemeriksaan EEG bila kejang demam kompleks."
BISA MENGANGGU KECERDASAN
Yang harus ditakutkan adalah bila kejang sampai berulang dan terjadinya epilepsi. "Kalau kejang demamnya kompleks, kemungkinan hal ini akan terjadi," jelas Dwi Putro.
Ciri-ciri jika sudah meningkat pada epilepsi bila kejang terjadi tanpa disertai demam. "Jadi, tanpa didahului sakit dan faktor apa pun ia tiba-tiba kejang. Kita harus curiga itu sudah mengarah ke epilepsi. Kita anggap epilepsi jika sudah kejadian hingga 2 kali."
Tetapi, perlu diperhatikan juga faktor risiko untuk mendapatkan epilepsi, yaitu bila perkembangan abnormal sebelum kejang demam pertama, riwayat keluarga dengan epilepsi, dan terjadi kejang demam kompleks.
Selain itu, kata Dwi Putro, kejang demam yang lama dan berulang bisa merusak otak. "Bisa mengakibatkan gangguan kecerdasan, gangguan perilaku (seperti anak jadi hiperaktif), ataupun gangguan intelektual. Tergantung, kerusakannya di bagian mana," kata Dwi Putro.
Yang pasti, kejang yang lama bisa menyebabkan hipoksia (kekurangan oksigen). "Nah, kalau terlalu lama, maka akan menimbulkan gangguan fungsi di otak. Sehingga sel-sel otaknya rusak. Gangguan itu bisa terjadi di bagian bicara, emosi, tingkah laku, motorik, atau sensorik."
Bila sudah terjadi gangguan, misalnya ganguan bicara, maka harus dilihat dulu kelainannya. Bisa diobati atau tidak. "Karena kalau kelainannya hanya karena pembengkakan saja, maka kalau kejang demamnya hilang, otomatis pembengkakannya juga akan hilang." Sebab, ujar Dwi Putro, kejang demam termasuk ringan dan dapat sembuh sendiri bila kejang demam itu sederhana. "Meskipun sangat menakutkan orang tua, namun tidak menyebabkan kerusakan otak, kecuali kalau kejangnya berlangsung lama. Dan hanya sebagian kecil saja akan berkembang menjadi epilepsi." Memang, akunya, kemungkinan untuk terjadinya kejang demam selanjutnya memang ada.
PENGOBATAN
Menurut Dwi Putro, sampai saat ini belum ada pengobatan kejang demam yang aman dan efektif. Namun orang tua tak perlu khawatir, terang Dwi Putro, karena sebagian besar kasus kejang demam tidak memerlukan pengobatan
. "Terutama untuk kejang demam sederhana. Karena apa pun, obat ada dampak negatifnya. Misalnya, diazepam membuat anak jadi teler, sehingga menutupi kita untuk melihat tanda-tanda penyakit lain."
Jadi, untuk tahapan sederhana, sebaiknya tidak diobati sama sekali. Lain halnya jika kejangnya berlanjut, "maka itu bukan sederhana lagi dan pasti ada sesuatu. Harus dicari penyebabnya."
Pengobatan yang harus dilakukan juga ada dua macam. Yang terjadi saat demam, dan yang terus menerus, artinya diminum saat sakit atau sehat. "Biasanya lama pengobatan antara 1-2 tahun (untuk pengobatan jangka panjang)." Selanjutnya, obat itu akan diturunkan perlahan-lahan tergantung kondisi kejang sebelumnya.
Yang pasti, setiap obat yang dikonsumsi harus selalu atas resep dokter. Jangan asal memberi obat, apalagi lewat resep lama. Karena, ingat, lo, Bu, Pak, pemberian obat itu tak boleh sembarangan. Setuju?