Warga yang berada di lokasi pasca bencana penting untuk mengetahui himbauan dalam menghindari pemberian asupan susu formula pada balita pada situasi darurat
. Sesuai dengan kebijakan yang disepakati oleh tiga lembaga pembinaan kesehatan balita yakni, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Unicef, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang mengemukakan prioritas pemberian ASI pada balita pada khususnya dalam situasi darurat pasca bencana.
Sebagaimana yang terkutip dalam lembaran Rekomendasi tentang PEMBERIAN MAKAN BAYI PADA SITUASI DARURAT PERNYATAAN BERSAMA UNICEF WHO IDAI tertanggal 7 Januari 2005; Menyusui menjadi lebih penting karena sangat terbatasnya sarana untuk penyiapan susu formula, seperti air bersih, bahan bakar dan kesinambungan ketersediaan susu formula dalam jumlah yang memadai. Disebutkan pula melanjuti butir kebijakan tersebut, pemberian susu formula akan meningkatkan risiko terjadinya diare, kekurangan gizi dan kematian bayi.
Jika pun terdapat bentuk sumbangan susu formula dari donor, maka distribusi maupun penggunaannya harus dimonitor oleh tenaga yang terlatih dan terbatas, sesuai dengan beberapa prinsip di bawah ini:
Susu formula hanya boleh diberikan pada keadaan sangat terbatas, yaitu:
- Telah dilakukan penilaian terhadap status menyusui dari ibu, dan relaktasi tidak memungkinkan.
- Diberikan hanya kepada anak yang tidak dapat menyusu, misalnya: anak piatu dll
- Bagi bayi piatu dan bayi yang ibunya tidak lagi bisa menyusui, persediaan susu formula harus dijamin selama bayi membutuhkannya.
- Diusahakan agar pemberian susu formula dibawah supervisi dan monitoring yang ketat oleh tenaga kesehatan terlatih.
- Ibu atau pengasuh bayi perlu diberi informasi yang memadai dan konseling tentang cara penyajian susu formula yang aman dan praktek pemberian makan bayi yang tepat.
- Hanya susu formula yang memenuhi standar Codex Alimentarius yang bisa diterima.
- Sedapat mungkin susu formula yang di produksi oleh pabrik yang melanggar Kode Internasional Pemasaran Susu Formula jangan/tidak boleh diterima.
- Jika ada pengecualian untuk butir diatas, pabrik tersebut sama sekali tidak diperbolehkan mempromosikan susu formulanya.
- Susu Kental Manis dan Susu cair tidak boleh diberikan kepada bayi berumur kurang dari 12 bulan.
- Susu formula diberi label dengan petunjuk yang jelas tentang cara penyajian, masa kadaluwarsa minimal 1 tahun, dalam bahasa yang dimengerti oleh ibu, pengasuh atau keluarga.
- Botol dan dot tidak boleh di distribusikan dan tidak dianjurkan untuk digunakan. Pemberian susu formula hendaknya menggunakan cangkir atau gelas.
Untuk mengurangi bahaya pemberian susu formula, beberapa hal dibawah ini sebisa mungkin dipenuhi:
- Gunakan cangkir atau gelas yang mudah dibersihkan, diberikan sabun untuk mencuci.
- Alat yang bersih untuk membuat susu dan menyimpannya.
- Sediakan alat untuk menakar air dan susu bubuk (jangan gunakan botol susu).
- Bahan bakar dan air bersih yang cukup (bila memungkinkan gunakan air dalam kemasan).
- Kunjungan ulang untuk perawatan tambahan dan konseling.
- Lanjutkan promosi menyusui untuk menghindari penggunaan susu formula bagi bayi yang ibunya masih bisa menyusui.
- Susu bubuk skim tidak boleh diberikan sebagai komoditas tunggal atau sebagai bagian dari distribusi makanan secara umum, karena dikhawatirkan akan digunakan sebagai pengganti ASI.
Rekomendasi tersebut diatas didasarkan pada Kode Internasional Pemasaran Susu Formula,
World Health Assembly (WHA) tahun 1994 and 1996, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Pemasaran Pengganti ASI, dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2004 tentang Pemberian ASI Eksklusif. pada bayi di Indonesia. WHA ke 47 menyatakan "Pada operasi penanggulangan bencana, pemberian ASI pada bayi harus dilindungi, dipromosikan dan didukung. Semua sumbangan susu formula atau produk lain dalam lingkup Kode, hanya boleh diberikan dalam keadaan terbatas".