Kata ‘ujian’ atau ‘ulangan’ cukup familiar bagi para siswa. Sebagian besar siswa yang mendengar kata ini pasti langsung tegang dan panik. Mulai dari anak SD sampai mahasiswa. Penelitian membuktikan, banyak siswa SD kelas 6 yang cemas menghadapi ujian (Sarason,dkk dalam Beidel, Turner, & Taylor-Ferreira, 1999). Kecemasan menghadapi ujian dialami oleh siswa dari berbagai tingkat prestasi akademik dan kemampuan intelektual. Bagi siswa, kecemasan ini muncul salah satunya karena tekanan untuk berprestasi dari orang tua, guru, juga tuntutan diri sendiri. Tekanan ini juga menyebabkan rasa malu pada diri mereka jika tidak berhasil memenuhinya.
Kecemasan menghadapi ujian menjadi persoalan yang penting karena memiliki akibat luas, baik dalam area akademik maupun personal siswa. Secara akademik, kecemasan ini berakibat pada kegagalan akademik hingga penolakan terhadap sekolah (school refusal). Secara personal, kecemasan ini menyebabkan rendahnya harga diri siswa, ketergantungan, serta perilaku pasif dalam kehidupan sehari-hari. Jika mengingat tujuan sekolah sebagai tempat pembelajaran serta pengoptimalan berbagai kemampuan siswa baik akademis maupun non akademis, maka penanganan terhadap persoalan ini perlu dilakukan secara serius.
Penanganan dapat dilakukan dengan dua tujuan, mengurangi rasa cemas dan meningkatkan kesiapan menghadapi ujian yang dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan managemen cemas serta memberikan ketrampilan belajar. Ketrampilan belajar dapat diberikan dengan melatih kebiasaan belajar yang baik dan konsisten, misalnya dengan mengkondisikan anak untuk memberi waktu tambahan belajar setiap hari selama 15-20 menit guna mempelajari materi yang dianggap sulit atau yang membuat cemas.
Kebiasaan belajar ini akan membuat siswa lebih familiar dengan materi pelajaran yang akan membantu mengurangi kecemasan serta meningkatkan harga dirinya. Kondisi ini akan membantu siswa untuk mengoptimalkan prestasi belajarnya. Kebiasaan belajar yang tidak baik, seperti belajar di depan TV atau belajar di tempat yang ramai, perlu dihilangkan.
Kegiatan belajar sendiri seringkali membingungkan siswa SD. Bagi sebagian besar siswa SD, belajar lebih diartikan sebagai kegiatan mengerjakan PR semata
. Kegiatan ini seringkali menjadi tidak efektif karena mereka hanya belajar menjawab soal-soal yang ada dan bukan memahami materi pelajaran atau meningkatkan ketrampilan belajarnya.
Salah satu metode untuk meningkatkan ketrampilan belajar adalah metode SQ3R, yaitu survey, question, read, review, dan recite (Adams, Carmine, & Gersten, 1982). Survey, meliputi melihat seluruh tugas-tugas yang ada untuk menarik kesimpulan tentang isi materi. Kegiatan question dilakukan dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sendiri atas kalimat kunci yang ada dalam isi materi. Read artinya membaca materi guna mencari jawaban atas pertanyaan yang telah dibuat sendiri.
Review dilakukan di akhir tugas membaca di mana siswa kembali ke daftar pertanyaan untuk melihat apakah dirinya dapat menjawab pertanyaan. Sedangkan recite artinya melibatkan orang lain untuk memberikan pertanyaan kepada siswa terkait dengan materi yang sedang dipelajari siswa. Metode belajar ini perlu dijadikan kebiasaan sehari-hari bagi siswa. Dengan menjadikan metode itu menjadi suatu kebiasaan, harapannya siswa lebih memiliki kepercayaan diri dan meningkatkan harga dirinya. Berbekal dua hal itu siswa akan mampu mengurangi kecemasannya menghadapi tes dan prestasi belajarnya dapat lebih optimal.