Idealnya, terang Dr. H.M.V. Ghazali, MBA. MM, bayi dibawa ke dokter untuk kontrol sehat sebulan sekali. Apalagi ketika bayi masih dalam satu bulan pertama, segala macam masalah bisa muncul. "Biasanya dokter akan memeriksa berbagai kemungkinan kelainan karena pengaruh kelahirannya," tutur spesialis anak di Kid's World ini. Jadi, pada satu bulan pertama, kedatangan bayi ke dokter agak lebih sering karena banyak perubahan terjadi cepat sekali. Apalagi, kelainan kadang tak bisa diketahui langsung ketika bayi baru lahir. Misal, kelainan jantung sangat ringan. "Saat baru lahir tak terdeteksi karena ia menangis terus. Tapi setelah agak besar sedikit, pada pemeriksaan berikutnya, suara desah jantungnya terdengar karena bayi sedang tidur tenang." Nah, di situ baru terdeteksi ada kelainan.
KONTROL SEHAT
Kecuali untuk deteksi dini andai timbul kelainan, kontrol sehat juga berguna memantau tumbuh kembang bayi. Makanya dilakukan sebulan sekali sepanjang 12 bulan. Yang dimaksud tumbuh, apakah panjang dan berat badan bayi bertambah terus atau tidak. Bukan berarti yang diperiksa semata-mata cuma panjang dan berat badannya, lo. "Dokter pun akan memeriksa lingkar kepala bayi hingga bisa diketahui bila ada sesuatu, semisal ditemukan cairan di kepala." Mungkin sewaktu lahir, ukuran kepalanya normal. Saat pemeriksaan kontrol sehat pun, tengkoraknya memang normal, namun volume otaknya lebih kecil dari kepala normal.
Sedangkan yang dimaksud kembang, lebih pada kemajuan mental bayi, semisal apakah bayi sudah dapat tengkurap, duduk atau merangkak sesuai perkembangan usianya. Dengan demikian bisa diketahui, apakah ada keterlambatan dalam perkembangannya, termasuk perkembangan kecerdasannya. Jadi, bukan anak sakit saja yang perlu dibawa ke dokter, ya, Bu-Pak. Terlebih dengan kontrol sehat ini, selain bisa diketahui bila ada keterlambatan tumbuh kembang, dokter pun bisa menemukan mengapa pertumbuhan atau perkembangannya sampai terlambat.
UNTUK VAKSINASI
Rutinnya bayi ke dokter juga untuk keperluan vaksinasi. Jangan lupa, bayi butuh vaksinasi untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya. Biasanya vaksinasi sudah terjadwal. Jadwal ini dibuat dokter berdasarkan rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia). "Idealnya, sih, vaksinasi diberikan sesuai jadwal. Tapi, adakalanya timbul halangan, misal, persis tanggalnya si bayi diajak ke luar kota atau sakit hingga jadwal mundur."
Akibatnya, pasti bertabrakan dengan jadwal vaksinasi lain hingga tak persis sama yang dibuat IDAI. Namun kita tetap harus berusaha mendekati patokan tadi, karena jadwal tersebut paling cocok bagi anak Indonesia. "Nah, agar lebih praktis bisa saja jadwal vaksinasi didesain bertepatan kontrol bayi sehat." Jadi, Ibu-Bapak tak perlu mengantar si kecil dua kali ke dokter, kan?
Tapi jangan lupa, lo, tak semua vaksinasi bisa bersamaan kontrol bayi sehat. Misal, vaksinasinya belum jatuh tempo, ya, tentu enggak bisa dipaksakan, dong. Lagi pula, ada juga, kan, vaksin dengan aturan sangat khas, semisal jarak Hepatitis B pertama dan kedua berkisar satu bulan; sedangkan jarak yang kedua dan ketiga sekitar 4-5 bulan. Ada pula vaksin yang digabungkan, misal, DPT-polio. "Itu boleh-boleh saja, kok. Tapi enggak berarti mengurangi kontrol sebulan sekali ke dokter, lo." Pendek kata, bayi tetap datang kontrol sehat kendati tak ada jadwal vaksinasi atau keluhan sakit apapun.
Yang jelas, Bu-Pak, sebelum dokter memberi vaksinasi, kita berhak bertanya sekitar vaksinasi tersebut. Dari kegunaan vaksinasi, efek samping, bagaimana mengatasi dampak, sampai jenis dan jadwal vaksinasi berikutnya. Sekadar mengingatkan, ada beberapa jenis vaksinasi yang mengakibatkan kenaikan suhu tubuh. Misal, DPT atau campak. Karena itu, sebelum vaksinasi, siapkan obat penurun panas. Jadi, begitu disuntik bisa langsung diberikan obat penurun panas.
BAYI SAKIT
Lain hal bila bayi ke dokter akibat sakit; sudah bersifat emergency. Yang pertama kita lakukan tentulah menceritakan gejala-gejala sakit si kecil dan tindak pertolongan yang sudah dilakukan di rumah. Bila merupakan sakit yang pertama kali, "ceritakan pula riwayat kelahirannya karena secara tak langsung dapat menceritakan kondisi bayi." Misal, bayi lahir normal dengan yang lahir melalui sesar sudah lain artinya. Khususnya bila sesar dilakukan karena indikasi bayi semisal gawat janin. "Bila sudah tahu riwayat kelahiran, dokter akan melakukan tindakan berbeda. Dokter akan memiliki gambaran problem yang bisa diderita bayi. Jadi, pendekatannya akan lebih tepat dan mempermudah memberikan keputusan serta obat yang harus diresepkan."
Dianjurkan punya nomor telepon dokter, paling tidak telpon RS atau tempat prakteknya, hingga bila terjadi apa-apa setelah minum obat, misal, si kecil ternyata alergi pada salah satu obat yang diberikan, bisa segera menghubungi si dokter. Riwayat alergi ini juga harus diceritakan bila si kecil dibawa lagi ke dokter tersebut karena sakit; termasuk menginformasikan obat apa saja yang pernah diberikan hingga dokter tak mengulang obat yang sama atau memberikan yang sama bila memang cocok dan penyakitnya sama.
Bila karena sesuatu hal si kecil harus ganti dokter, maka informasi tentang riwayat kelahiran, riwayat alergi, dan obat yang pernah diberikan dokter sebelumnya harus diberitahukan. Dengan begitu, dokter baru bisa melakukan diagnosa tepat, mana obat yang bisa dilanjutkan dan mana yang mesti distop. "Pada prinsipnya dokter satu dengan dokter lain akan saling membantu; dalam arti, pengobatan efektif akan dilanjutkan, sedangkan pengobatan yang tak efektif dihentikan." Misal, ketika si kecil diberi suatu obat, ia jadi gatal-gatal. "Kalau sudah begini, kendati antibiotiknya belum habis, tetap akan distop dengan alasan si kecil tak bisa menerima dan diganti antibiotik lain yang punya manfaat sama."
Itulah mengapa, saran Ghazali, setiap anak perlu punya buku riwayat kesehatan. "Lebih baik lagi bila copy resep juga diperlihatkan bila anak dibawa ke dokter lain, karena bagi dokter berikutnya akan lebih enak."
Jadi, Bu-Pak, agar si kecil memperoleh penanganan yang tepat dari dokter, kuncinya justru terletak di tangan kita, kan?
BANYAK TANYA
Saran Ghazali, ajukan pertanyaan ketika dokter memberi resep, seperti mengapa obat ini diberikan, apa manfaaatnya, risiko yang ditimbulkan, apa yang harus dilakukan bila terjadi sesuatu, dalam kondisi apa si kecil perlu dibawa ke rumah sakit, apakah perlu surat pengantar sekarang atau nanti dan sebagainya.
Jangan lupa juga, Bu-Pak, untuk mengamati tanda-tanda khusus pada si kecil. Misal, saat si kecil diare. Tanyakan pada dokter, "Dalam kondisi bagaimana si kecil harus dibawa rumah sakit?" Biasanya dokter akan menjelaskan beberapa tanda, seperti segera bawa ke rumah sakit bila sudah kekurangan cairan atau BAK mulai berkurang.
Tak usah khawatir atau ragu karena biasanya dokter akan memberi cara mudah melihat tanda-tanda bahaya suatu gejala penyakit. "Ia enggak akan bilang, 'Bila nadinya cepat, anak langsung dibawa ke dokter.' Masak orang tua disuruh menghitung nadi, itu, kan, subyektif sekali. Justru tanda yang lebih objektif, semisal 'Bawa bayi ke rumah sakit bila panasnya mencapai 39 derajat atau 40 derajat.'"
MEMILIH DOKTER
Pada prinsipnya semua dokter sama. Dalam arti, semua dokter anak pasti sudah punya kualifikasi sebagai dokter anak. "Toh, itu dibuktikan dengan ijasah atau pengakuan memang dia qualified sebagai dokter anak," tutur Ghazali.
Perbedaan kepercayaan dari pasien yang justru bisa membedakan dokter satu lebih baik dari dokter lain. "Kebanyakan orang tua, kan, memilih dokter buat anaknya berdasarkan kepercayaan yang sudah berlangsung lama." Misal, anak pertama cocok ditangani dokter X, maka anak berikutnya pun akan ditangani dokter X lagi. Kecuali itu, jarak rumah dengan tempat praktek dokter pun jadi alasan penting, demi kemudahan saat ada sakit mendadak tengah malam.
Bisa juga karena masalah kedekatan batin. Misal, dokter A performance-nya bagus. Bila ditanya bisa menerangkan panjang lebar. Berbeda dengan dokter B yang terlalu sibuk hingga tak punya waktu menjelaskan pada orang tua. "Tapi ada juga, lo, yang justru senang dengan dokter pendiam." Juga, ada yang senang dengan yang banyak cerita atau malah yang right to the point. Dokter lemah lembut juga ada yang senang, "Mudah-mudahan anak Ibu enggak sakit malaria. Kita coba tes darah dulu, ya."
Jadi, tandas Ghazali, sangat tergantung pada kecocokannya dengan orang tua si anak, karena cara pendekatannya macam-macam.
TAK PERLU RAME-RAME KE DOKTER
"Biasanya masyarakat kita, kan, extended family. Jadi, yang sakit satu orang, yang mengantarnya rame-rame," tutur Ghazali. Padahal, cukup orang terdekat saja yang mengantar seperti orang tua dan pengasuh. Apalagi bila mengantar bayi baru lahir, karena ia belum punya kekebalan tubuh yang baik.
Perlengkapan yang dibawa juga tak perlu banyak, secukupnya saja. Antara lain, beberapa pakaian ganti dan persediaan susu serta makanan. Sebaiknya siapkan pula baju hangat mengingat dokter biasanya praktek sore sampai malam.
Saat menunggu di tempat praktek, bayi jangan terlalu berdekatan dengan anak-anak lain yang sedang sakit seperti flu, batuk, pilek, sakit mata, dan lainnya. Jika tempatnya tak memungkinkan, misal, ruang tunggunya sempit, tak ada salahnya menunggu di mobil.
JANGAN KE APOTIK DI HARI LIBUR
Menurut Ghazali, semua apotik pasti sudah memenuhi syarat standar. Hanya saja, saat libur atau tengah malam (untuk apotik 24 jam), biasanya sumber daya manusianya enggak full. "Malah, sering yang junior (belum banyak pengalaman, Red) yang jaga."
Jadi, bila memungkinkan sebaiknya ambil obat pada hari biasa, karena petugasnya full dan obatnya juga lengkap
. Bila terpaksa harus menebusnya di hari libur, pilih apotik besar atau rumah sakit besar, karena biasanya mereka punya SDM yang berpengalaman.
Itulah mengapa, bila mendapat resep, tebuslah sesegera mungkin. "Misal, hari Sabtu anak ke dokter, ya, tebus hari itu juga, jangan tunggu Minggu. Karena biasanya hari Minggu, kan, jarang apotik atau rumah sakit yang buka."