Sebuah studi baru mengemukakan bahwa besarnya
amygdala, sebuah bagian dari otak berbentuk almond yang melibatkan emosi, bisa menjadi sebuah penanda kuat untuk dapat melihat seberapa banyak dan beragamnya Anda mempunyai hubungan sosial, sama seperti saat melihat banyaknya “teman” Anda yang ada di
Facebook.
Dalam
online Nature Neuroscience edisi 26 Desember, para peneliti melaporkan bahwa orang-orang yang memiliki jaringan sosial lebih besar dan lebih kompleks ternyata juga memiliki
amygdala yang lebih besar
. Paul Sanberg, direktur
University of South Florida Center of Excellence for Aging and Brain Repair di Tampa berkata,
amygdala juga ditemukan mempunyai peran terhadap adanya rasa takut, emosi, dan bahkan kejang yang kita miliki. Beliau menjelaskan
amygdala adalah bagian ‘lama’ dari otak, yang berarti bahwa
amygdala merupakan bagian inti dari otak berbagai macam spesies yang berbeda.
Baru-baru ini, para peneliti mempelajari seorang wanita tanpa
amygdala yang ditemukan tidak takut terhadap berbagai rangsangan menakutkan pada umumnya, seperti ular, laba-laba, film horor dan rumah hantu. Ia pun tidak merespon negatif ketika ditanya tentang pengalaman traumatis di masa lalunya. Menurut para peneliti dari
University of Iowa, yang menerbitkan laporannya dalam edisi 16 Desember dari
Current Biology, mengatakan bahwa penelitian ini mungkin menjadi studi penelitian manusia pertama yang menyatakan bahwa struktur otak memiliki peran yang sangat penting untuk memicu ketakutan.
Dalam studi terbaru, para ilmuwan di Harvard Medical School dan Massachusetts General Hospital telah mempunyai partisipan sebanyak 58 orang dewasa yang sehat berusia 19 hingga 83 tahun untuk menjawab pertanyaan tentang jumlah orang yang masih mereka kontak secara teratur, dan tentang berapa jumlah kelompok sosial yang telah mereka ikuti. Dengan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tersebut, para peneliti berharap akan mendapat petunjuk tentang kompleksitas jaringan sosial pada setiap orang. Lalu para partisipan pun melakukan tes Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mengetahui berapa ukuran amygdala mereka masing-masing.
Ternyata, semakin luas dan semakin kompleks jaringan sosial yang dipunya oleh seseorang, semakin besar amygdala-nya. Hal ini benar-benar tidak memandang dari usia atau jenis kelamin para partisipan. Di sisi lain, tidak ada hubungan antara jumlah kontak sosial dan ukuran dari bagian-bagian lain dari otak. Namun ada hubungan antar area otak yang berkaitan dengan bagaimana amygdala berkomunikasi dengan bagian otak yang lain.
Sanberg mengatakan bahwa studi ini penting untuk diketahui agar para peneliti dapat menentukan peran amygdala dan membantu orang-orang yang mungkin mengalami masalah sosial. Jika para peneliti memahami bagaimana amygdala terlibat dalam perilaku sosial, mereka bisa mencari cara yang memungkinkan untuk membantu orang-orang yang mengalami kesusahan dalam masalah sosial.
Penelitian ini bisa dikatakan memiliki makna evolusi. Sebuah
amygdala yang lebih besar dapat membantu orang-orang mengatasi hubungan sosial yang lebih kompleks, dan dapat membuat mereka lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sosial yang rumit dan terkadang menantang ini.