Penelitian di University of Southern California telah menemukan vaksin kanker prostat yang akan mencegah perkembangan kanker tersebut pada 90% tikus percobaan yang secara genetik memiliki penyakit ini
. Pada majalah
Cancer Research edisi Febuary 2008, mereka menyarankan vaksin yang sama mungkin akan berguna untuk pria yang memiliki peningkatan angka PSA (
prostate specific antigen), sebuah indikator diagnostik untuk kanker prostat.
“Dengan vaksinasi dini, pada dasarnya kita memberikan tikus ini perlindungan seumur hidup terhadap penyakit kanker prostat,” kata peneliti utama, W. Martin Kast, Ph.D., seorang profesor dari Molecular Microbiology & Immunology and Obstetrics & Gynecology di Norris Comprehensive Cancer Center. “Hal ini belum pernah dilakukan sebelumnya dan, dengan penelitian selanjutnya, dapat memberikan pandangan baru dalam pengobatan kanker prostat pada pria. ”Sekarang ini, pria dengan peningkatan kadar PSA tapi tidak ada gejala kanker lainnya disarankan untuk “
watchful waiting”, tidak ada pengobatan sampai gejala kanker muncul. “Tapi bagaimana bila daripada hanya menunggu saja, kita melakukan vaksinasi? Hal ini dapat merubah progresivitas dari penyakit,” lanjut Kast.
Penelitian ini juga memberikan pandangan baru tentang penggunaan vaksin untuk penyembuhan kanker prostat. “Vaksin yang sekarang sedang dikembangkan, dicoba untuk mengobati pria dengan kanker prostat yang berat dan tidak responsif dengan terapi saat ini, namun hasilnya hanya sedikit memberikan keuntungan secara medis,” kata Kast. Hal ini memberikan pandangan bahwa vaksin ini hanya digunakan untuk stadium prakanker dengan tujuan mencegah kanker untuk berkembang lebih lanjut.
Vaksin ini didesain untuk memberikan respon imun terhadap prostate stem cell antigen (PSCA). PSCA, sebuah protein membran, diekspresikan terlalu berlebih pada sepertiga dari penderita kanker prostat stadium awal. PSCA juga diekspresikan dengan kadar rendah pada kelenjar prostat normal, dan juga di kandung kemih, usus besar, ginjal dan lambung.
Para peneliti menemukan skema vaksinasi menggunakan dua jenis vaksin dan mencobanya pada tikus usia 8 minggu yang secara genetik akan mendapatkan kanker prostat nanti dalam hidupnya. Vaksin yang pertama akan memberikan fragmen DNA yang akan dikodekan oleh PSCA, yang selanjutnya akan menimbulkan influx protein PSCA untuk membangunkan sistem imun. Vaksin yang kedua sebagai boosternya diberikan 2 minggu kemudian, memberikan gen PSCA.
Pada penelitian tersebut, dua dari 20 tikus didapati mengalami kanker prostat di akhir tahun pertama. Para peneliti mendapatkan bahwa tikus pada grup eksperimen tersebut terbentuk tumor yang sangat kecil yang tidak berkembang. “Didapatkan nodul kanker prostat yang kecil yang dikelilingi oleh pasukan sel sistem imun,” kata Kast. “Vaksinasi ini mengubah kanker menjadi penyakit kronis yang dapat diatur.”
Yang lebih penting, penelitian ini mendapatkan bahwa tikus yang divaksinasi tidak berkembang memiliki penyakit autoimun, efek samping yang dapat terjadi bila vaksin juga menyerang PSCA pada sel normal. “Secara teoritis, vaksin dapat memberikan respon di jaringan mana saja yang mengenali antigen tersebut, tapi faktanya PSCA hanya terbentuk dengan kadar rendah pada sel normal yang mencegah terjadinya komplikasi;” kata Kast. Namun, studi lanjut pada manusia tetap diperlukan untuk meyakinkan tidak berkembangnya autoimun, lanjut Kast.